Kamis, 31 Maret 2011

Duri Dalam Daging


Sadar atau tidak, kita umat Tuhan hidup hanya oleh kasih dan kemurahan Tuhan saja. Begitu banyak hal yang boleh kita nikmati dalam kehidupan kita. Harta benda yang kita miliki, usaha yang berkembang, karier yang berhasil, keluarga yang bahagia, bukanlah sepenuhnya karena jerih lelah kita sendiri, namun ada campur tangan Tuhan di dalamnya. Namun demikian, masih saja banyak umat Tuhan yang merasa bahwa itu semua adalah hasil keringat mereka sendiri, dan menganggap pertolongan Tuhan hanya sebatas melancarkan jalannya saja. Dengan pemikiran seperti itu, maka orang tersebut akan terjebak ke dalam kesombongan dan egoisme. Lebih parah lagi, saat ada masalah yang menerpa, orang-orang seperti itu cenderung menyalahkan Tuhan.
Pelayanan rasul Paulus adalah sebuah pelayanan yang sangat luar biasa. Dia diutus untuk memberitakan injil kepada orang-orang “kafir” (sebutan orang Yahudi untuk orang-orang diluar bangsa Yahudi). Pelayanan rasul Paulus diiringi juga dengan banyak tanda mujizat. Bahkan pada kala itu, sapu tangan rasul Paulus pun dipakai orang untuk menyembuhkan banyak orang sakit walaupun tanpa sepengetahuan sang rasul sendiri. Banyak jiwa-jiwa dibawa kepada Tuhan dan menjadi percaya melalui pelayanannya. Lebih jauh lagi, salah satu bukti keberhasilan pelayanan rasul Paulus yang dapat kita saksikan sampai sekarang ini adalah, 14 (empat belas) suratnya yang dimasukkan dalam Perjanjian Baru Alkitab kita. Namun demikian, dalam kesuksesan pelayanan yang dialami oleh rasul Paulus, ada sebuah hal yang mengganjalnya, yang ia sebut “Duri Dalam Daging.”
Memang tidak disebutkan secara jelas apa yang Paulus maksud dengan “Duri dalam Daging”nya itu. Namun ada kemungkinan yang dimaksud mengenai duri itu adalah penyakit atau kekurangan fisiknya (band: Galatia 4:13-15; 1Korintus 2:3).
Dalam pemaknaan Paulus, “duri dalam daging”/ kelemahan fisik tersebut justru menjadi semacam “alat kontrol” yang diberikan Tuhan kepadanya, untuk menghindarkan Paulus dari jerat kesombongan dan keangkuhan, yang dimungkinkan timbul karena keberhasilan pelayanannya tersebut. Dari kondisi kelemahan inilah Paulus memperoleh kekuatan dari Tuhan yang ia tulis dalam 2 Korintus12:9-10 “Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.” Dalam kelemahan, kita akan semakin merasakan kasih karunia Tuhan.
Tuhan akan melakukan berbagai macam cara demi membentuk karakter kita, menjadi serupa dengan-Nya. Satu hal yang paling “extreme” adalah bahwa Tuhan pun akan memanfaatkan si iblis untuk memproses kita. Iblis dengan segala keinginannya untuk menghancurkan kehidupan manusia, dimanfaatkan Tuhan demi diri kita. Kisah tentang “pemanfaatan” iblis oleh Tuhan juga tertulis di kitab Ayub 2:1-10. Tuhan memanfaatkan iblis untuk memproses Ayub. Iblis dibiarkan melakukan hal-hal berat dalam hidup Ayub, seperti memberikan penyakit parah, menghancurkan segala hartanya dan menghancurkan keluarganya. Dalam Ayub 1:12 dan 2:6 dapat kita lihat bahwa Tuhan sengaja membiarkan iblis berusaha menghancurkan iman Ayub dengan segala daya upaya. Namun Tuhan melindungi nyawa Ayub. Dan akhir dari proses pembentukan tersebut, Ayub menyimpulkan dalam Ayub 23:10 “Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas.”
Kita diselamatkan dari cengkeraman dosa dan iblis, hanya semata-mata karena iman kita kepada Tuhan Yesus Kristus. Keselamatan dan jaminan dalam kehidupan kita tersebut sama sekali bukan karena usaha dan upaya kita. jadi tidak ada alasan bagi kita untuk menyombongkan diri (Efesus 2:8-10). Dalam kelemahannya, rasul Paulus menjadi semakin mengandalkan Tuhan. Saat kita kita mengandalkan Tuhan saja dalam setiap pergumulan kita, terutama disaat-saat terlemah dalam kehidupan kita, Tuhan akan menyatakan pertolongannya tepat pada waktunya (Ibrani 4:16).
Setiap kita pasti memiliki kelemahan dalam diri, yang seolah menjadi teror untuk diri kita sendiri, membuat kita menjadi (terlihat oleh diri sendiri) lemah, atau bahkan lebih jauh, minder. Namun disinilah letak nilai lebihnya. Dengan menyadari kelemahan yang tak terelakkan tersebut, kita menjadi mengandalkan Tuhan, berseru kepada-Nya, dan akhirnya dalam kelemahan tersebut Tuhan memberikan kekuatan dan anugerahnya. Kita tidak perlu lagi merasa minder karena kekurangan kita, karena Tuhan ternyata memanfaatkan kelemahan kita tersebut untuk membentuk karakter dan kehidupan kita.  Dalam kelemahan kita dapat merasakan kekuatan yang Tuhan berikan. Amien.


Ibu Gembala
Kostrad, 19 Maret 2011

Perubahan Karakter Sebagai Kesaksian

   Filipi 2:1-7
Sebagaimana kita ketahui bersama, Tuhan Yesus ingin semua manusia diselamatkan. Tuhan ingin kita memperkenalkan pribadi-Nya kepada seluruh umat manusia, tanpa kecuali. Itulah yang disebut dalam Amanat Agung Tuhan yang tertulis dalam Injil Matius 28:19-20. sebagai pembawa kabar sukacita, kita pun dituntut untuk hidup dalam kebenaran berita yang kita beritakan tersebut. Kita dituntut untuk menjadi bukti bahwa apa yang telah Tuhan Yesus ajarkan kepada kita memang telah merubah kehidupan kita. Saat kita mampu menunjukkan sebuah perubahan yang nyata itulah, orang akan menjadi percaya bahwa Yesus memang adalah Tuhan Yang Maha Kuasa yang merubah kehidupan manusia. Namun dalam kenyataan sehari-hari, banyak sekali ironi yang kita jumpai. Saat jam-jam ibadah di gereja, orang-orang terlihat kudus, santun, penuh iman dan kasih yang jelas terpancar. Namun hal yang sebaliknya terjadi, diluar hari/ waktu-waktu ibadah, karakter orang tersebut berbeda 180 derajat, tidak sesuai dengan apa yang terlihat waktu di gereja atau waktu beribadah. Dan yang lebih parah lagi, sangat bertentangan dengan firman Tuhan.
Bagaimana mungkin kita memberitakan Yesus, sedangkan karakter kita berbeda dengan Tuhan Yesus? Bagaimana mungkin kita bersaksi bahwa Tuhan kita penuh kasih sedangkan kita tidak dapat menunjukkan kasih itu dalam keseharian kehidupan kita? Jika kenyataan tersebut yang terjadi, tidak mungkin orang akan mau mengenal Yesus. Mau tidak mau, orang-orang akan membandingkan karakter Yesus dengan karakter kita. Mereka akan melihat kebenaran dan ke-sahih-an ajaran Tuhan Yesus melalui kehidupan kita, karakter kita sehari-hari. Jadi standart kehidupan dan karakter Tuhan Yesus menjadi tolak ukur orang lain untuk membandingkannya dengan karakter kita. Lebih jauh lagi, seluruh nilai kehidupan kita, harus berkesesuaian (ekuifalen) dengan nilai kehidupan Kristus. Karena jika hal itu tidak terjadi, orang akan mempertanyakan kebenaran, kesucian dan kuasa Tuhan Yesus. “Jika umatnya saja seperti itu, bagaimana dengan Tuhannya.” Nilai-nilai kekristenan itupun harus kita terapka dalam pekerjaan, usaha, kehidupan rumah tangga, pendidikan, kehidupan bermasyarakat/ bersosial.
Pertumbuhan rohani kita adalah untuk menjadi kesaksian bagi orang yang belum mengenal Tuhan Yesus, dan bukan untuk kebanggaan pribadi kita. Jadi fokus pertumbuhan kerohanian kita adalah supaya orang lain mengenal Kristus melalui kita. dan sebagai hasilnya, perubahan yang nyata akan terjadi di sekeliling kita saat perubahan tersebut terjadi lebih dahulu dalam kehidupan pribadi kita. Pertobatan total harus dengan cepat diupayakan, supaya dosa tidak semakin berakar kuat dalam hidup kita. Karena saat dosa itu sudah terlalu kuat mengakar, itu akan susah dicabut/ dihilangkan. Bisa, namun dengan usaha/ proses yang sangat berat. Jadi mulailah menghilangkan kebiasaan-kebiasaan kecil yang sebenarnya salah, dan jangan membiarkannya menjadi dosa.
Kembali kita tekankan pada diri kita bahwa sasaran/ tujuan/ target kehidupan kita adalah bagaimana dunia bisa menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Caranya satu-satunya adalah dengan menerapkan KASIH dalam kehidupan kita. kasih harus dipraktekkan. Kasih harus disaksikan. Nah, syarat-syarat untk dapan menyatakan kasih tersebut adalah sebagai berikut:
1.       Tidak boleh berpangku tangan (diam saja) saat melihat orang yang membutuhkan pertolongan. Kita berkewajiban untuk bertindak, membantu mereka (Filipi 2:4).
2.       Tetap setia, rajin dan tekun mengikuti peribadatan. Baik peribadatan di gereja dan kelompok kecil, ataupun peribadatan (persekutuan) pribadi kita masing-masing (Filipi 2:2).
3.       Jadikan hidup kita ini berarti bagi orang lain. Saling membangun satu sama lain dengan cara saling menasehati, menegur dan menguatkan dengan dasar kebenaran Firman Tuhan (Filipi 2:1).
4.       Harus hidup bergaul dengan Tuhan dan membangun komunikasi yang baik dengan DIA. Komunikasi tersebut dibangun dengan doa dan merenungkan Firman Tuhan secara rutin. Saat kita berkomunikasi secara teratur dengan Tuhan, DIA akan terus membawa kita dalam kedewasaan rohani. Kehidupan kita akan terus diperbaharui. Tuhan akan terus membersihkan kita dari tabiat dosa, dengan Firman-Nya.
Kita harus terus menjaga kehidupan kita tetap kudus dihadapan Tuhan (2 Korintus 7:1; Ibrani 12:14). Hal tersebut akan membuat karakter kita semakin serupa dengan Kristus. Perubahan karakter kita akan nyata terlihat saat kita berserah total kepada Tuhan Yesus. Usaha kita untuk merubah diri sendiri akan menjadi sebuah usaha sia-sia tanpa campur tangan Tuhan. Seberat apapun pergumulan hidup kita, Tuhan mampu menolong. Membuat kita menang atas permasalahan. Kemenangan-kemenangan kita, dengan pertolongan Tuhan, itulah yang akan menjadi kesaksian bagi banyak orang, yang membuat mereka melihat bahwa Tuhan kita, Yesus Kristus, adalah Allah yang hidup, yang membela kita, dan membuat kita bersinar. Melalui perubahan karakter dan kesaksian kita tersebut, akan banyak jiwa mengenal Tuhan Yesus Kristus.

KOSTRAD Difiv 2 Singosari
26 Maret 2011
Khotbah Bpk. Karel Sumaiku 

Kamis, 24 Maret 2011

KESABARAN


Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian.”
(Kolose 3:13)
Dalam kehidupan sosial, kita banyak bertemu dengan orang dengan berbagai macam karakter. Ada orang yang mudah dan “enak” diajak bergaul, berkomunikasi dan berteman. Mereka dalah orang-orang yang pola perilakunya kurang lebih sama dengan kita. Mungkin juga mereka adalah orang dengan bidang pekerjaan yang sama, hobby yang sama, selera makan yang sama, atau mungkin juga kesukaan akan jenis musik yang sama, dll. Itulah yang membuat kita bisa cepat akrab dan santai saat bersama mereka. Namun tidak sedikit orang yang susah diajak berteman dan berkomunikasi. Biasanya orang –orang tersebut adalah pribadi-pribadi yang mempunya pola perilaku yang berbeda dengan kita. Cara bicara yang berbeda, selera musik yang berbeda, hobby yang “berseberangan,” atau berbagai macam hal yang lain dalam diri orang tersebut yang seolah kebalikan dari diri kita. Walaupun bukan sebuah faktor mutlak, perbedaan dapat menciptakan konflik dalam hubungan sosial kita dengan orang lain. Menyikapi kemungkinan konflik yang disebabkan perbedaan (atau bahkan kesamaan) tersebut, diperlukan sebuah komitmen kuat untuk mengembangkan sikap SABAR dalam kehidupan kita.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti dari kata “sabar” adalah tahan dalam cobaan dan ujian, tidak lekas marah, tidak cepat putus asa, tenang, serta tidak tergesa-gesa. Mengembangkan karakter sabar tersebut memang bukan suatu hal yang mudah, namun Tuhan menuntut kita untuk memiliki kesabaran. Artinya bahwa, Tuhan menuntut kita untuk tetap tahan dalam ujian, untuk tidak lekas marah, untuk tidak cepat menyerah atau putus asa, serta untuk tidak tergesa-gesa mengambil keputusan serta bertindak. Raja Salomo dalam Amsal 14:17 dan 29 menyinggung tentang sifat sabar. Dikatakan bahwa kesabaran adalah cerminan kebijaksanaan dan hikmat seseorang. Ketidak sabaran akan memunculkan kebodohan seseorang. Dalam Amsal 15:18 berkata bahwa orang yang sabar akan menciptakan perdamaian. Bahkan lebih jauh lagi dikatakan dalam Amsal 16:32 demikian “Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota.” Ayat tersebut berarti, kemenangan kita yang terbesar adalah saat kita mampu mengalahkan diri kita sendiri. Salah satunya adalah mengalahkan ego kita, rasa marah, dendam dan kebencian dalam hati kita, dan menundukkannya kepada Firman Tuhan. Kesabaran juga berarti bersedia mengampunii dengan tulus
Sebelum Tuhan Yesus terangkat ke surga, Ia memberikan Roh Kudus kepada kita. Roh Kudus Tuhan inilah yang menguasai kehidupan kita. Ia mengisi hati kita, menuntun kehidupan kita dan membentuk karakter kita untuk menjadi sama dengan karakter Kristus. Roh Kudus diam dalam hati kita, setiap kita yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus. Ciri-ciri keberadaan Roh Kudus dalam hidup kita ini terpancar dari sifat-sifatNya yang terlihat menjadi sifat-sifat kita. Dalam Galatia 5:22-23 tertulis jelas tentang karakter Roh Kudus. Karakter tersebut adalah kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan penguasaan diri. Sifat-sifat tersebut merupakan sebuah kesatuan yang tidak terpisahkan. Artinya kita tidak dapat memiliki salah satu sifat tanpa memiliki sifat-sifat yang lain. Orang yang mengaku sudah penuh Roh Kudus HARUS memiliki dan memperlihatkan semua sifat tersebut dalam kehidupannya sehari-hari. Dan perhatikan, bahwa salah satu sifat tersebut adalah kesabaran. Kesabaran harus diiringi dengan kelemahlembutan.
Sering kali kita tidak bisa sabar dalam menghadapi masalah. Namun itu semua sebenarnya hanya sebatas alasan kita saja untuk tidak mau menahan diri. Keharmonisan rumah tangga (misalnya) akan terancam hancur jika tidak ada kesabaran dalam diri suami atau isteri. Bahkan anak-anak bisa menjadi korban dari ketidak sabaran orang tuanya, dalam mengambil keputusan bagi keluarga serta dalam mendidik anak-anak. Iblis bekerja dengan giat di akhir zaman ini. Kemarahan, iri, dengki dan perpecahan seringkali menjadi senjata ampum yang digunakannya untuk menyerang keluarga-keluarga Kristen. Kita anak Tuhan harus lebih berhati-hati menghadapi aktivitas iblis yang seperti itu. Hanya kekuatan, hikmat dari Tuhan dan penyerahan total kita kepada Tuhan yang akan mampu mengalahkan tipu muslihat iblis tersebut. Kesabaran menuntut dan membuat kita tetap focus kepada Tuhan. Pikiran yang tenang akan mengalahkan amukan badai permasalahan. Dalam kesabaran kita, ada kekuatan. Tuhan akan bertindak membela kita saat kita berserah total. “…dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu..” (Yesaya 30:15).

Khotbah Ibu Pdt. Sudarwo
12 Maret 2011

Rabu, 09 Maret 2011

Pergumulan Hidup Manusia

"Bukankah manusia harus bergumul di bumi,” (Ayub 7:1)
Ada sebuah peribahasa mengatakan bahwa “Hidup adalah perjuangan.” Hari-hari semua manusia di seluruh muka bumi ini memang berisi perjuangan, perjuangan untuk bertahan hidup. Orang bekerja keras untuk memperoleh penghidupan. Dalam segala upayanya, semua orang selalu berhadapan dengan permasalahan. Itulah kenyataan perjuangan hidup yang dihadapi setiap manusia di muka bumi ini. Dalam Alkitab, kata yang dipakai untuk menggambarkan perjuangan hidup manusia adalah “Pergumulan.” Kata ini bermakna bergulat, bergelut (berkelahi), berjuang keras untuk memperebutkan sesuatu. Arti kata “pergumulan” tersebut memang mengacu pada kondisi yang sebenarnya, baik dalam pengertian fisik, mental, emosional dan spiritual. Jika kita perhatikan, banyak sekali kejadian-kejadian yang dapat kita saksikan di media, menggambarkan kerasnya berjuang hidup. Ada orang yang mencuri dan merampok demi memenuhi kebutuhan perut mereka. Yang lain memunguti sampah dan menjualnya kepada pedagang rombengan. Ada juga yang “berjuang” memenuhi gengsi dan gaya hidup yang mewah, dengan cara-cara yang salah (korupsi, prostitusi, perdagangan narkoba, pergi ke nite-club, gaya hidup konsumtif, dsb). Ada sebuah hukum tak tertulis yang diterapkan didalam dunia ini, yang bernama “Hukum rimba.” Hukum ini menyatakan yang kuat akan bertahan, yang lemah akan mati. Itulah gambaran betapa kerasnya pergumulan hidup di dunia. Pergumulan akan selalu ada dalam hari-hari kita selama hidup di dunia ini, seperti halnya diungkapkan oleh Ayub.
Jika kita selalu mengalami pergumulan/ perkelahian, siapa sebenarnya yang kita lawan? Rasul Paulus, dalam surat Efesus 6:12 mendefinisikan tentang siapa lawan kita, yaitu: “bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara.” (baca: 2Kor 10:3-6). Jadi musuh kita sebenarnya adalah iblis dan pasukannya, serta sifat kedagingan/ egoisme manusia.
Perjuangan dan pergumulan kita sebagai anak-anak Tuhan, mungkin terasa semakin berat (Ibr 10:32). Hal ini dikarenakan kita sedang dibedakan dan dimurnikan dari pengaruh dunia. “Sebelum aku tertindas, aku menyimpang, tetapi sekarang aku berpegang pada janji-Mu.” (Mazmur 119:67). Daud menulis mazmur pujian diatas, setelah dia mengalami pergumulan. Dia menyimpulkan bahwa pergumulan hidupnya justru membawanya kembali kepada kebenaran firman Tuhan. Mungkin kita pernah melakukan kesalahan yang membuat kita jauh dari Tuhan. Namun dari mazmur ini kita mengetahui bahwa beban pergumulan itu ada supaya kita mengingat Tuhan, dan kembali kepada jalan Tuhan, kembali kepada kebenaran Firman Tuhan. Ingatlah bahwa kita, orang percaya, akan menempati surga kekudusan Tuhan selama-lamanya. Jadi Tuhan memastikan kita akan masuk kerajaanNya dalam keadaan benar-benar sterile (bersih benar, terbebas, anti) dari dosa. Oleh karena itulah, pemurnian melalui pergumulan hidup kita, berlangsung terus menerus. Senada dengan Daud, Yeremia pun menerima pengajaran dari Tuhan mengenai proses “pembentukan” karakter manusia, yang dikerjakan oleh Tuhan. Tertulis dalam Yeremia 18:4 bahwa sang tukang periuk akan terus menyempurnakan bejananya, jika didapatinya masih kurang sempurna. Proses tersebut akan terus berlangsung sampai sang tukang periuk merasa bahwa bejana yang dibuatnya telah terbentuk dengan sempurna, sesuai dengan keinginannya. Demikian halnya Tuhan. Dia akan terus menerus memproses kita, hingga kita memiliki karakter Kristus dalam kehidupan kita.
Merupakan sesuatu yang mustahil jika Tuhan mengijinkan kita menghadapi pergumulan, tanpa memberikan pertolongan. “..Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku? Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi.” (Mazmur 121:1-2; 146:5-10). Bahkan dikatakan dalam Mazmur 187:7-8 bahwa Tuhanlah yang menyelesaikan semua permasalahan dan membuat kita menang atas masalah-masalah tersebut. Memang tepat benar bahwa kita digambarkan sebagai bejana tanah liat. Bejana yang terbuat dari bejana tanah liat memang lemah dan gampang pecah jika terjatuh, seperti halnya hidup kita. Namun dengan kelemahan tersebut membuat kita, mau tidak mau, harus mengandalkan Tuhan. Dari kelemahan itulah kuasa Tuhan atas hidup kita dinyatakan (2 Kor 4:7). Umur kita akan terus bertambah dan kemampuan tubuh kita juga akan terus berkurang seiring bertambahnya usia. Namun itu bukanlah fokus kehidupan kita. Saat kita setia bersama Tuhan, tubuh rohani kitalah yang akan terus tumbuh, dan menjadi semakin kuat. Tubuh jasmani hanya akan mati dan kembali menjadi debu. Namun kita akan hidup menggunakan tubuh rohani kita di sorga. Jadi jangan lagi kita memusingkan perkara-perkara duniawi, tetapi mulai berkonsentrasi untuk melakukan perkara-perkara rohani.
Mari kita memusatkan pikiran kita kepada Tuhan. Tuhan berjanji pada kita, bahwa Dia akan menyelesaikan permasalahan kita, dan akan terus menolong kita menjalani kehidupan ini. Jadi jangan khawatir lagi, tetap teguh berpegang kepada Tuhan ditengah pergumulan kita, dan kita pasti akan menerima pertolongan kita tepat pada waktunya.

(Sari khotbah Bpk. Gembala)

Mengalirkan Air Hidup


Dalam injil Yohanes 4:3-15 kita membaca kisah pertemuan Tuhan Yesus dengan seorang perempuan Samaria. Pada saat tengah hari perempuan tersebut datang ke sumur Yakub untuk mengambil air. Biasanya perempuan-perempuan datang mengambil air pada pagi dan sore hari, disaat matahari tidak terlalu terik bersinar. Namun kita dapati hal yang terkesan agak ”ganjil” dalam kisah tersebut. Perempuan Samaria ini mengambil air di tengah hari, disaat tidak ada seorang pun datang untuk mengambil air. Terkesan bahwa sang perempuan Samaria ini menghindar bertemu dengan banyak orang. Dan memang benar demikian. Ayat 15 dari pasal tersebut menggambarkan secara tidak langsung, bahwa perempuan tersebut ingin memiliki sumber air sendiri, supaya ia tidak perlu lagi untuk pergi ke sumur mengambil air, sehingga ia tidak perlu lagi berjalan sembunyi-sembunyi, tidak perlu bertemu banyak orang lagi dan merasa malu. Justru dari pemikiran seperti ini Tuhan Yesus memulai karya penyelamatanNya terhadap sang perempuan Samaria.
Ayat 16 – 19 dalam Yohanes 4 tersebut adalah proses dimana Tuhan Yesus mengungkapkan dosa-dosa perempuan Samaria itu, yang akhirnya membawa sang perempuan kepada pemahaman bahwa orang yang ada di hadapannya (Tuhan Yesus) tersebut adalah seorang nabi. Tidak hanya sampai disitu saja, Tuhan Yesus terus membawa perempuan Samaria itu untuk lebih mengenalNya (perhatikan ayat 20 – 26), sampai akhirnya Tuhan mengungkapkan bahwa memang diriNya adalah Mesias yang selama ini ditunggu-tunggu kedatangannya oleh orang Israel. Setelah menyadari bahwa Orang yang dia ajak bicara bukanlah manusia biasa, sang perempuan berlari meninggalkan Yesus dan pergi ke kota. Perempuan itu menceritakan apa yang dialaminya barusan, kepada penduduk kota, yang kemudian datang berbondong-bondong kepada Yesus (ayt. 30). Air Hidup sedang terpancar dalam kehidupan sang Perempuan Samaria tersebut, yang akhirnya dirasakan pula oleh banyak penduduk kota. Air Hidup dalam diri perempuan itu membawa banyak jiwa datang kepada Tuhan Yesus.
Salah satu nubuat tentang kedatangan Mesias diterima oleh nabi Yesaya, yang tertulis dalam Yesaya 9:1. Yesus datang sebagai terang bagi bangsa-bangsa, dan Terang itulah yang membuka mata hati sang perempuan Samaria tersebut. Dia telah dibebaskan dari kegelapan kehidupan yang selama ini dia hidupi, oleh terang Tuhan Yesus. Terang Tuhan membawa pertobatan dan merombak kehidupan manusia. Seluruh manusia memerlukan terang Tuhan untuk membebaskan mereka dari kegelapan hidup. Mereka perlukan Air Hidup, yaitu Tuhan Yesus, untuk menghidupkan mereka kembali yang telah mati (rohaninya) dalam dosa.
Ada satu lagi pesan yang Tuhan Yesus tekankan dengan kuat dari kisah pertemuanNya dengan perempuan dari Samaria tersebut. Mari kembali kita perhatikan Injil Yohane 4:31 – 38. Selain makanan jasmani, ternyata Tuhan Yesus juga ”mengkonsumsi” makanan rohani. Apakah makanan rohani Tuhan Yesus itu? Bacalah ayat 34: "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya..” Makanan, yang adalah kebutuhan utama / primer, menurut Tuhan Yesus adalah taat dalam melakukan Firman Tuhan. Dan ”..kehendak Dia yang mengutus Aku..” yang dimaksudkan oleh Tuhan Yesus adalah membawa orang yang belum mengenal Tuhan Yesus, untuk datang kepada-Nya dan menerima anugerah keselamatan. Ini adalah proyek besar Tuhan, yaitu supaya semua manusia selamat dan memperoleh kehidupan kekal di sorga bersama-sama dengan Tuhan (Yohanes 3:16). 
Kita tahu pasti bahwa setiap orang memerlukan keselamatan di dalam Tuhan Yesus. Kita harus berani bersaksi tentang Tuhan Yesus kepada orang yang belum mengenal-Nya. Jangan kita terjebak dalam zona nyaman sebagai orang yang telah diselamatkan, tanpa mau memikirkan fakta, bahwa masih banyak orang yang sangat membutuhkan Tuhan Yesus (Filipi 2:4). Kita tidak akan tahu kapan, benih Firman Tuhan yang telah kita beritakan, akan bertumbuh. Tetapi satu hal yang pasti, Benih itu akan bertumbuh. Tugas kita hanya menabur dan merawat, dan Tuhan yang pasti akan memberi pertumbuhan. Ingatlah, bahwa Tuhan Yesus telah memberikan kita kuasa Roh Kudus untuk memberitakan Injil Kerajaan Allah (Kisah 1:8), dimanapun, kapanpun dan dalam situasi apapun. Kuasa itulah yang harus kita andalkan.
Air Hidup yang telah kita terima dari Tuhan Yesus, yang ada dalam kehidupan kita ini, harus kita alirkan kepada orang lain, yang sangat membutuhkan kelegaan dalam hidup mereka. Kita harus mampu menjadi dampak yang nyata, yaitu merubah, mentransformasikan kehidupan orang lain dengan kuasa Roh Kudus yang ada dalam diri kita. Roh Kudus itu penuh kasih, jadi yang harus kita bagikan dalam hidup mereka adalah kasih Allah yang telah dicurahkan kepada kita melalui Tuhan Yesus. Mari, dalam setiap tingkah laku dan perkataan kita, selalu mencerminkan dan menceritakan kasih Tuhan yang dahsyat dalam kehidupan kita. Dengan cara itulah banyak orang akan melihat kuasa Tuhan yeng merubah kehidupan kita. Tuhan memberkati